Toko Kue yang Mendengar Sepenuh Hati


Selalu ada memori yang tertinggal dalam makanan yang membelai lidah. Entah itu dalam bentuk telur acak-acak atau pun sepotong bolu ketan hitam yang merupakan khas toko kue kecil di pinggir jalan semrawut di pinggiran ibu kota. Saya teringat cerita Ibu Bee Wilson di salah satu bukunya, First Bite: How We Learn to Eat, di mana pengalamannya mengunci rasa macaroni and cheese versi rumah sebagai patron rasa macaroni enak. Sementara versi rumah temannya sangat-sangat berbeda. Harapan si Ibu Bee mencoba macaroni buatan ibu sang sahabat untuk dapat mengobati rasa rindu akan kenangan masa kecilnya pupus sudah, saat lidahnya menyicip tekstur dan cita rasa enak yang didefinisikan: lain. Selalu ada relevansi dan relativitas yang bekerja pada kinerja otak yang mengkultus sistem pencernaan dengan cara yang misterius.

Berbekal keberanian menjajal syaraf olfaktori dan lidah kerabat, sahabat dan karib sekantornya dahulu, Sofi Fauziah memulai usaha kuliner yang menurutnya adalah jalan panjang penuh kenekatan. Dalam kurun waktu 2010-2011, Sofi, begitu wanita ini akrab dipanggil, sudah merintis usaha makanan ini sambil tetap menjalankan keseharian sebagai pegawai swasta yang menerima pesanan snack box sebagai konsumsi rapat kantor hingga acara keluarga untuk karib kerabat. Baru di tahun 2014, ia berhasil membulatkan tekad untuk benar-benar berhenti menjadi karyawan dan serius WFH. Bekerja dari rumah. Karena semua produksi yang hanya dibantu oleh paling banyak dua asisten dan karyawan masih berbasis rumah.

Setelah dua tahun bekerja dari rumah, Sofi merasa ruang berkaryanya terbatas. Saat ada permintaan, disyukuri, tidak pun juga tidak apa-apa. Imbasnya, dirasakan oleh karyawan yang berusaha mengikuti ritme ala kadarnya. Baru di tahun 2016, ia dan Sang Suami berencana mencari tempat yang diniatkan hanya sebagai rumah produksi. Namun, mimpi untuk mempunyai toko sendiri ini yang rasanya datang bersamaan dengan kenyataan hadirnya tempat produksi ini.

Jangan bayangkan usaha yang penuh dengan bisnis plan matang, aman dan terkendali. Semua diakuinya, learning by doing. Karena keseruan perjalannya bukan berawal dari sana. Tetapi dari ketidakteraturan yang dijawab satu per satu menjadi tantangannya untuk maju memulai usaha online dan offline secara bersamaan. Untuknya, kepercayaan pelanggan menjadi hal mutlak meskipun menjalankan toko online memiliki kerumitan tersendiri, tak jarang pelanggan akan menanyakan kredibilitas usaha seperti,”Di mana Tokonya?”

Kalau ditanya, apa yang merupakan staple food, andalan dari Sophisticakes, sekarang ini lebih mudah menjawabnya: custom cake. Tentu saja keik yang tersedia di etalase toko harian juga masih ada. Karena sekarang, rasanya keik ini yang dijagokan untuk jadi unggulan dibandingkan dengan produk toko lainnya. Kalau dulu, mungkin agak bingung. Mirip palu gada, (hampir) semua tersedia. Dari mulai keik, cupcakes, bolu, kue basah, roti, puding, makanan ringan, kue kering sampai makanan beku. Sagala aya. Produk gendut ini seperti mengikuti selera pasar yang juga berkembang seiring musim. Kalau sedang lebaran ya sibuk membuat hamper, kalau sedang musim libur anak sekolah ada kelas dadakan anak untuk mendekor cupcakes dan lain sebagainya. Seperti buah-buahan yang selalu tidak pernah mendahului musimnya.

Salah Satu Keik Kustom yang Dibuat Saat Pandemi (sumber: Sophisticakes)

Saat bisnis berguguran di masa pandemi COVID-19, bisnis kuliner yang dibangun oleh Sofi justru bertahan dengan banyaknya pesanan hamper isoman, Ramadan, hingga lebaran; dengan ketatnya masa PPKM yang membatasi interaksi langsung dengan kerabat dan keluarga. Sofi bersama karyawan toko mengupayakan hadir untuk mempertautkan rasa lewat makanan yang diproduksi dan mengikat tali silaturahim antara pelanggan dan keluarga juga kerabatnya. Hal-hal yang tidak pernah dibayangkannya datang, kesempatan baru untuk bertemu pelanggan baru juga inovasi membuat produk-produk yang belum pernah mereka jajaki.

Kalau ditanya apa yang hendak dibangun dan yang ingin ditinggalkannya dalam menjalankan usaha, Sofi sempat berpikir lama, kemudian tersenyum. Di antara karyawannya yang keseluruhannya perempuan, diakui Sofi, mereka merupakan tulang punggung keluarganya. Tim kecil yang solid inilah yang membuatnya bertahan saat rasa ingin menyerah hadir. Setiap hari, dijalaninya dengan penuh tantangan. Belum, belum sampai ke pengusaha yang punya usaha dan membiarkan usahanya berjalan sendiri sementara si Pengusaha leluasa untuk jalan-jalan. Tidak. Sofi hanya berpikir hal-hal yang dianggapnya dulu klise, membuka lapangan usaha untuk banyak keluarga, ternyata bisa diwujudkan dan harus tetap diupayakan. Nyatanya, ia juga punya privilise kerja yang bukan berbasis 8 jam kerja setiap harinya. Demi berbagi waktu dan energi dengan buah hatinya yang kini dalam usia balita. Fleksibilitas kerja menjadi sebuah keuntungan yang dirasakan. Meskipun, sisi profesionalitas seringkali membujuknya untuk bekerja 24 jam bukan lagi hanya 8 jam. Sampai di sini, kami berdua tertawa bersama pada realitas UMKM.

Katanya, kita semua akan diuji dengan sedikit rasa sakit, sedikit rasa takut selama hidup. Setidaknya satu kali. Semakin kita menjauhkan diri dari hal yang paling kita hindari, semakin dekat pula ujian itu datang. Untuk Sofi, ia paling anti berlindung di balik alasan sakit sebagai bumper kegagalan memenuhi target pesanan pelanggannya. Saat itu, Sofi telah hamil tua. Menunggu hari kelahiran yang menurut perkiraan hanya tinggal H-1. Ia masih menerima pesanan kue ulang tahun beserta cupcake yang menyertainya sebagai bundling. Mengarahkan tim sambil menahan kontraksi yang datang tiap 5 menit sekali kemudian semakin intens dengan kehadiran tiap 3 menit sekali, Sofi masih berusaha menyelesaikan misinya. Sampai ia sendiri menyerah saat keik utama selesai dekorasinya. Sisanya diserahkan kepada tim. Tak sampai di sana, selepas melahirkan, ia langsung membalas pesan singkat dari sang Klien.  Ada komplain panjang lebar yang disampaikan klien berkenaan dengan keterlambatan, kotak cupcake yang berbeda warna dan detil-detil khusus yang diangkat oleh klien. Sofi menyerah setelah dirinya terpaksa di-block oleh Klien dan harus menggunakan nomor lain; mengakui keadaannya yang sesungguhnya. Bahwa ia baru saja melahirkan bayi merah.

Persaingan paling berat adalah yang ada dalam kepala. Karena musuh paling nyata ada di dalam sana. Sofi pernah melakukan sebuah Analisa SWOT yang menghasilkan toko roti yang tak jauh dari tempatnya berusaha sebagai salah satu pesaingnya. Maka, ia merasa perlu menggiring fokus calon pelanggannya pada produk tertentu. Ndilalah, yang menjadi ancaman untuknya ternyata bukan persaingan dari toko roti yang secara tak kebetulan menjadi tetangga jauhnya itu. Namun malah tetangganya persis yang menjual sekaligus menumpuk produk sayurnya secara daring di samping blok tokonya. Hal ini sempat dianggap Sofi tidak memberikan rasa nyaman pada calon pelanggannya, karena penataan toko sayur tersebut yang cenderung semrawut. Terakhir kali malah membuat runyam perihal sampah organik yang tidak dikelolanya dengan baik. Sehingga berbuntut penumpukan dan menimbulkan bau tak sedap. Hidup itu lucu. Mengantisipasi yang jauh, ternyata yang dekat malah lolos di pelupuk mata.

Mempersiapkan Dekorasi Keik (Sumber: Sophisticakes)

Sofi adalah sofi saat ditanya pengalaman unik yang pernah dialaminya dalam berusaha. Tokonya pernah menerima sebuah lompatan kalau boleh dibilang sebagai jenjang karir, saat sebuah vendor pernikahan mendapat berita pembatalan dari bagianyang seharusnya bertanggung jawab membuat wedding cake. Entah bagaimana, nomor kontak Sofi kemudian jatuh ke tangan pelanggan. Dengan adrenalin tinggi juga kepercayaan dari klien yang mengetahui itulah kali pertama Sofi dan tokonya menerima pesanan Wedding Cake, keik bertingkat dengan teknik terbaru itu menjadi ujian kesetaraannya untuk tiket masuk ke dalam lini yang baru. Berhasil membangun candi wedding cake dalam dua hari beserta keamanan kue hingga sampai ke tempat perhelatan acara, menjadikan Sophisticakes punya pengalaman yang baru. Untuk mendengar dan merasa. Bukan hanya sebatas untuk mendengarkan tipe, rasa dan jenis kue. Tetapi untuk mendengar dan merasakan. Mempertautkan empati ke dalam pesanan yang diterima dengan sepenuh hati. Merasakan kekalutan pelanggan di detik-detik terakhir persiapan pernikahan dengan pembatalan sepihak. Desain serta hal estetis lainnya adalah hasil yang kasat mata. Selebihnya, hanya mereka yang merasa didengarkan yang tahu hangatnya sebuah penerimaan. Hubungan Sophisticakes dengan pelanggan tidak melulu berbau transaksional. Tetapi juga mengikat hubungan manusia dengan manusia lainnya. Humanis. Mempraktikkan mualalah bersendikan keyakinan hakiki.

Sesuatu yang berasal dari hati akan sampai ke hati. Itulah yang rasanya menjadi core bisnis dari Sophisticake yang kini tengah mengerucutkan usahanya. Jarak bukan lagi penghalang dengan hadirnya teknologi dan moda transportasi yang bagaikan pendulum, menghubungkan Sofi dengan pelanggan-pelanggannya. Hal ini semakin dibuktikan dengan ujian berupa badai pandemi yang mematahkan sekian banyak usaha. Namun dengan keterhubungan ini, Sofi bersama toko kecilnya berhasil bangkit dan menutup lubang-lubang di sana-sini kala itu. JNE sebagai salah satu mitra, bukan hanya matang dalam usianya yang melampaui 3 dekade, telah malang melintang dalam melayani. Sofi dan kliennya telah mempercayakan armada JNE untuk mengantar kebahagiaan yang dimulai dari dapur Sophisticakes ke meja-meja pelanggannya. Terutama untuk produk yang lebih tahan lama dengan jaminan terhadap kerusakan produk yang minim, juga ketepatan waktu dan keamanan pengiriman. Dengan pilihan beragam sesuai keinginan pelanggan. Kalau ingin segera sampai bisa menggunakan YES (Yakin Esok Sampai) yang melayani waktu sampai di tujuan esok harinya termasuk hari Minggu dan libur nasional. Dapat pula menggunakan SS (Super Speed), layanan JNE yang mengutamakan kecepatan dan penyampaiannya sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Ah, kalau saja senyum-senyum kecil itu bisa diukur dengan berapa banyak cinta yang dibagikan, tentu timbangan rasa yang kita pertukarkan dalam sebuah paket kuliner menjadi perlambang kebangkitan. Pengukur kebahagiaan. Dari sang Produsen kepada Konsumen. Dari kerabat ke kerabat lainnya. Dari saudara ke saudaranya yang lain.

            Waktu putri kecil saya bertanya apa yang sedang saya lakukan setelah menutup telepon dengan pemilik Toko Kue di Jalan Haji Asmawi no. 62 Depok ini, saya berhenti untuk berpikir sejenak. Ingatan saya mengembara pada angan dan cita-cita kecil yang saya pikirkan saat kelak membuka usaha kecil, dalam bentuk apa pun. Saya ingin punya toko dengan kemampuan mendengar sepenuh hati. Pertanyaan putri saya dijawab bapaknya, “Oh, Si Mama lagi belajar buat cara bikin toko roti!” Kami menutup malam itu dengan tertawa bersama. Mungkin toko roti, mungkin toko buku, mungkin perpustakaan, mungkin.

#JNE32tahun #JNEBangkitBersama #jnecontentcompetition2023 #ConnectingHappiness


Leave a comment