Rumah Buku yang Membuat Kembali: Oleh-oleh dari Perpustakaan Umum Depok


Satu

Dalam tiga kali kunjungan yang kami singgahi spesifik, hanya bagian anak di lantai 2 yang menjadi pusat daya tarik.

Buat kami, khususnya A, tempat ini seperti bergelimang buku-buku, salah satu benda kesayangan kami sekeluarga. Ya perpustakaan, ya toko buku, ya penjual buku bekas. Semuanya semenyenangkan seperti yang diceritakan Mbak Muthia di Dari Toko Buku ke Toko Buku.

Sebelum masuk, ada petugas yang meminta kami menyimpan tas dan barang-barang lain di loker. Kami bisa membawa masuk telepon genggam, dompet dan benda berharga lainnya di dalam tas transparan yang sudah disediakan perpustakaan. Sementara kunci loker yang sudah ditandai dengan nomor loker juga diberikan kepada kami, agar pengunjung bertanggung jawab pada barang bawaannya.

Masuk ke ruangan anak, saya yang bukan anak-anak saja merasa betah! Ahahaha. Antara bingung mau ke area panggung, di mana saya bisa berlagak dalam pertunjukkan, langsung ke area rak buku, atau ke area permainan yang isinya balok, magnetic tile dan beragam mainan open ended lainnya. Pusing.

Namun A, sudah menetapkan hatinya, langsung ke tempat buku.

Awalnya A hanya menemukan buku adaptasi film Inside Out yang menurutnya paling menarik ditemukan di deretan rak buku. Ia memberikan kode sambil menarik tangan saya dan meminta kami segera membacanya. Pilihannya jatuh pada bean bag gendut yang jadi tempatnya termanggu-manggu mendengarkan saya membaca nyaring.

A sempat bimbang di mana awalnya yang akan jadi spot membacanya. Maklum, kali pertama kami berkunjung ini memang spontan. Alasannya, karena kami mati gaya, mau jalan-jalan, sementara kami dibatasi waktu beserta ragam kewajiban lain. Perpustakaan Depok memang pernah kami rencanakan, tetapi belum pernah benar-benar kami laksanakan niat untuk melanjutkan lawatan.

Kunjungan pertama ini berkesan baik. Setidaknya membuat kami ketagihan untuk datang lagi. Karena, A sudah kepalang tanggung membaca kisah Riley sementara si Papa penasaran setengah mati pada Misteri Kampung Hitam. Kami sampai mengabadikan dengan kamera ponsel, bukan foto kami di perpustakaan, melainkan foto pada halaman berapa kami terakhir membaca buku masing-masing. Saking tak ingin pengalaman seru dalam cerita lenyap begitu saja.

Kalau perpustakaan ini tidak tutup jam 15.00, mungkin kami masih betah berlama-lama dengan buku. Namun pengumuman dari announcer sudah datang, mengusir kami secara halus untuk segera menyelesaikan bacaan atau kalau perlu meminjam dan membawanya pulang, untuk juga bersegera.

Dua

Kali ke dua kami bertandang ke perpustakaan umum kota Depok yang terletak satu komplek dengan Kantor Walikota Depok, kami hanya berdua saja, saya dan A. Kami merencanakan kunjungan ini adalah full day visit. Dari pagi, gak dari buka sih, sampai tutup.

Karenanya, kami memenuhi isi tas kami dengan perbekalan seharian. Mulai dari air minum, makanan, kudapan, alat shalat dan jaket juga payung. Hihi.

Kejutan, saat memasuki ruangan yang kami semakin familiar, kami malah bertemu dengan teman mengaji A dan mamanya. Keluarga ini juga sudah sibuk dengan agenda sendiri, seperti kami yang sudah menetapkan untuk mencari Inside Out. Dengan misi menamatkannya. Padahal, A juga sudah menamatkan filmnya. Tetapi namanya buku, tentu saja beda level keseruannya!

Setelah mengintip rak dan A menemukan buku yang diincarnya, saya menemukan the Good Dinosaur yang saya tunjukkan padanya. Ia mengangguk. Menarik saya ke area duduk. Lagi-lagi dengan bean bag yang sudah menjadi material duduk kesukaannya di perpustakaan. Dengan jendela besar yang cukup sinar matahari, ruangan yang nyaman, bagian anak perpustakaan benar-benar membuat betah. Selain tentu saja, minor untuk ujung jempol kaki kami yang kedinginan karena pendingin ruangan yang berhembus konstan. Whussss.

Sesi pertama membaca yang dipotong dengan waktu shalat dan makan, kami meneruskan petualangan Riley, Joy dan kawan-kawan. Tetapi, saat mengembalikannya ke rak buku, kami malah dipertemukan dengan sederetan buku lain, Pooh, Rapunzel, juga kisah Elsa dan Ana! Sampai titik itu, saya yakin benar pada pilihan A di paruh waktu kedua. Ahahah. Sebabnya, A sedang gandrung-gandrungnya pada putri-putrian. Kali ini sedang musimnya Elsa dan Ana di rumah.

Disebabkan perut kami sudah bertabuh genderang cacing lapar, kami memilih membuka bekal makan siang kami dulu. Setelah diskusi dengan A sambil mengikutsertakan tempat-tempat yang boleh makan dan minum, kami memilih makan siang di lobi. Di kursi panjang itu, di depan rak buku unik yang merupakan susunan huruf R-E-A-D, kami bersantai membuka kotak bekal isi nasi merah dengan lauk dan sayur. Seketika ludes. Sambil makan, kami juga ngobrol tentang buku-buku yang diletakkan di dalam rak. “Apa buku beneran atau ceritanya?” rasa ingin tahu A mulai berkelebatan, mengingat lemari bertuliskan READ itu sepertinya terpatri. Bukan tipe rak buku yang bisa dibuka dan ditutup dengan mudah. Satu wacana yang kami gulirkan, mungkin juga isi rak itu hanya pajangan. Bukan buku yang bisa dibaca, bisa jadi buku-buku yang rusak atau sudah tidak dipakai lagi.

Setelah mengisi perut, kami bergegas untuk shalat zuhur. Sebelumnya, A minta mampir sejenak ke ruang bermain di lobi. Iya, A yang sudah 6 tahun masih merasa dipanggil-panggil oleh ayunan, perosotan dan enjot-enjotan.

Ruangan mushalla terletak di lantai yang sama dengan bagian anak di perpustakaan. Dari area mushalla, A bisa mengintip area parkir mobil pemadam kebakaran lewat jendela yang terbuka.

Di sana, hari itu, kami bertemu dengan salah seorang petugas yang mengabarkan bahwa keesokan harinya mereka libur PEMILU dan lusanya mereka akan stok opname untuk buku-buku anak. Jadi,kalau perlu meminjam buku, “Pinjam saja yang banyaaak,” katanya. Obrolan ini terjadi setelah A membaca perlahan tulisan di lemari tempat penyimpanan mukena. Kembalikan lagi setelah dipakai ya.

Setelah menunaikan ibadah, kami bersiap membaca buku Ana dan Elsa. Sayangnya, buku serial ini tidak punya buku nomor 1 dan 2. Jadi kami langsung lompat ke buku 3. Karena ceritanya, sepertinya, cerita lepas membaca tidak berurutan ini tidak mengurangi keseruan. Ana dan Elsa seperti punya petualangan yang berbeda di tiap serialnya.

Waktu kami tidak lama lagi untuk cita-cita mulia: menamatkan buku satu serial buku Elsa. Karena tidak lama, pengumuman perpustakaan akan ditutup sudah didengungkan. Kami berkemas.

A tidak mau rugi, sambil berjalan mengembalikan buku ke buku drop, ia mengambil buku lain yang membuatnya penasaran. Curi-curi baca sekelebat.

“Ma, kapan kita ke perpustakaan yang dekat rumah lagi untuk kita tamatin buku Ana dan Elsa? Ana penasaran dengan si Ratu Musim Panasnya.”

Aaah aksara, cerita dan rasa penasaran telah berjalin indah di dalam tubuh mungilnya. Memang Rumah Buku selalu begitu, A.


One response to “Rumah Buku yang Membuat Kembali: Oleh-oleh dari Perpustakaan Umum Depok”

Leave a comment