Ana, Elsa, Ratu Marisol dan Segala di Antaranya: Merayakan Kemenangan Kecil dengan Menamatkan Buku Kecil di Pojokan Perpustakaan Depok


Masih ingat betapa serunya eksplorasi kami akan Perpustakaan Depok? Kali ini ada sambungannya untuk yang penasaran cerita sequel. Ahahaha.

Kali ke-tiga

Setelah kali kedua kami hanya pergi berduaan, saya dan A. Di kunjungan berikutnya, kami datang bertiga lagi. Si Papa punya agenda tambahan selain mencari buku misterinya yang masih menyisakan rasa penasaran. Ia mau sambil numpang kerja laptopan. Ketik-ketik sambil ada rapat daring.

Praktis, kami berdua dulu, saya dan A. Setidaknya sampai si Papa selesai rapat beruntun.

Tanpa babibu, A langsung meluncur mengubek buku Ana dan Elsa yang dimaksudkan. Bukan hanya A yang penasaran. Saya juga. Pasalnya, si Ratu Musim Panas yang diceritakan ini dan belum muncul di bagian yang kami baca sampai kali kedua kunjungan perpustakaan, diceritakan punya kekuatan yang sama dengan Elsa. Hanya saja, Elsa spesialisasinya musim dingin, tetapi si Ratu Musim Panas yang bertempat tinggal di Eldora ini punya kekuatan lain, bersahabat dengan kekuatan alam. Panas membara ala gurun pasir.

Saya suka idenya, terutama Ana dan Elsa yang digambarkan sebagai dua saudari yang punya kemelekatan tinggi satu sama lain, terlebih setelah kematian kedua orangtua mereka. Elsa meskipun telah dinobatkan sebagai Ratu Arendele, tidak pernah merasa adiknya, Ana, sebagai orang yang kata-katanya tidak perlu didengarkan lagi. Tetapi Elsa justru memandang Ana sebagai teman diskusi terpentingnya, sahabat terbaiknya. Termasuk dalam petualangan kali ini, Ana menawarkan diri untuk menemani Elsa melanglang buana ke negeri lain, dengan maksud membantu kesulitan Ratu Musim Panas dalam mengendalikan kekuatannya. Seperti yang pernah dialami Elsa dulu, saat Ana mengorbankan kenyamanannya untuk mencari Elsa di tengah badai salju untuk mendampingi saat-saat tersulitnya.

Kali ini, melalui diskusi panjang mereka, Ana dan Elsa berpikir giliran mereka tiba untuk berbuat kebaikan yang sama untuk Ratu Eldora. Diputuskan Elsa yang berangkat, bukan seorang utusan. Ana adalah orang pertama yang dengan senang hati bersedia ikut bersamanya ke negeri antah berantah.

Di tengah kebosanan, A membawa satu dua buku yang ia intip dan ambil dari book drop. Minta dibacakan sebagai buku iklan. Menjeda petualangan Ana dan Elsa yang berikutnya kami tahu kalau mereka juga membawa anggota rombongan lain: Kristof, Sven dan Olaf.

A duduk di bean bag yang sama, saya di atas karpet. Di depan kami ada meja rendah yang bertaplak hello kitty. Yang berbeda, kali ini kami bawa bekal kaus kaki, melindungi jari-jari kaki kami dari menggigil kena semburan pendingin ruangan.

Sama seperti kunjungan sebelumnya, kami telah bersiap membawa bekal minuman, kudapan dan makan siang. All packed! Dealnya tetap sama, tidak bisa dibawa masuk ke dalam ruangan. Namun, makan siang hari itu harus menunggu beragam sajian literasi mengenyangkan A.

Hari itu, kami sedang beruntung. Kalau boleh dibilang begitu. Kenapa? Karena kami menemukan novel Frozen. Iya yang merupakan adaptasi dari filmnya atau entahlah, mungkin juga kebalikannya.

Maka membaca petualangan Ana dan Elsa seri ke-3 menjadi agenda selang-seling dengan novel Frozen. Plus iklan buku-buku tipis lainnya. Hari itu rasanya saya kenyang sekaligus haus. Kenyang, karena tadinya saya merasa Februari ini saya sudah keleleran gak punya sesi baca buku yang berkualitas seperti Januari lalu dengan A. Tetapi saat ini akhirnya hadir, di mana kami membaca sepuas-puasnya, pelan-pelan sekaligus banyak-banyak.

Hari itu dan sesi baca buku serial Ana dan Elsa ini menghadirkan kosa kata baru yang kami diskusikan sepanjang buku. Di antaranya adalah fatamorgana. Selain padang pasir, yang terlintas di benak saya sebagai penjelasan ke A, muncul juga ide tentang suasana pom bensin. Namun, karena belum mengalaminya langsung, saya memutuskan mengambil contoh yang lebih bisa A rasakan dan kunyah dalam logikanya. Paling gampil tentu saja perkara makanan, atau khayalan. Gambaran kecil tentang fatamorgana. Antara ada dan tiada.

Karena setelah muter-muter memberi A contoh kasus, di buku, saat kami melanjutkan membaca bersama, mereka memberikan definisi. Ahahaha. Makanya, baca dulu sampai beres.

Maklum, ini pakai prinsip gak mau rugi. Berhenti di kala ingat. Di saat yang memungkinkan. Saat kosa kata baru muncul. Harta karun untuk kami belajar melalui sebuah narasi. Meskipun dalam kerangka cerita fiksi yaaa.

Selain kosa kata, A juga jadi punya gambaran akan sebuah kapal besar yang punya kemampuan berlayar di Samudra luas. Kapal yang ditumpangi Elsa CS untuk ke Eldora. Dalam deskripsi cerita, A memperkaya dirinya dengan narasi tentang bagian-bagian kapal beserta caranya mendekati daratan, dengan membuang sauh. “Apa itu sauh, Ma?” This is getting better, batin saya sambil nyengir. Ah, Ana, Ah, Elsa. Ternyata kalian bukan sekedar cerita putri-putrian. Maaf ya, sudah meng-underestimate kalian.

Safe Space

Perpustakaan umum kota Depok, khusunya bagian anak adalah safe space buat A memilih dan membaca buku di tempat. Dalam artian sebenarnya, membaca di dalam rak buku.

Titik aman ini juga punya pengertian lebih luas. Bahwa perpustakaan, rumah buku adalah tempat yang nyaman untuk berkegiatan. Menggali pengetahuan seperti yang sudah lebih sering kita dengar, buku adalah jendela dunia, bahkan tempat yang aman untuk kecewa. Iya kecewa. Saat harapan tidak sesuai ekspektasi. Saat cerita yang kita pikir punya ending begini ternyata ia malah punya plot twist dan ending yang di luar dugaan.

Hari itu, kami, A dan saya menamatkan petualangan Ana dan Elsa. Dan bertemu Ratu Marisol, si Ratu Musim Panas yang hangat. Hanya satu buku (agak tebal) akhirnya yang kami tamatkan. Ada beberapa buku tipis juga. Tapi kemenangan kecil dengan menamatkan sebuah buku itu pencapaian! A sudah betah mendengarkan cerita dari buku yang lebih tebal daripada yang ia biasa konsumsi. Meskipun dalam konteks membaca nyaring ya. Disertai break beberapa buku yang katanya, iklan biar gak bosan. Dibaca beberapa kali, tidak dalam sekali duduk.

Karena bukan membaca cepat yang kami kejar. Tetapi mendalami arti cerita. Mengenang tokoh, peranan dan alur dalam sebuah perjalanan atas nama persahabatan. Dengan segala haling rintangnya. Karena dengan punya safe space, tempat serta atmosfir yang mendukung rasa ingin tahu dari para makhluk kecil, membaca mudah-mudahan jadi pengalaman yang menyenangkan. Meninggalkan kesan indah. Bukan bosan. Bukan penuh paksaan. Tetapi penuh petualangan. Terlebih dengan pesona tambahan area bermain di dalam gedung perpustakaan juga di luar area komplek walikota yang merupakan area yang bisa dibilang open space baru. Meskipun gak baru-baru amat. Saya, eh kami, yang baru tahu kalau malam, area ini juga ada air mancur warna-warni. Lumayanlah buat hiburang warga kota yang sudah semakin ke megapolitan-megapolitanan ini. Terutama untuk kemacetan membahana kala akhir minggu.

Karena kalau bukan kemenangan kecil yang kita rayakan dan syukuri, apa lagi? Bukankah kemenangan besar juga adalah kumpulan kemenangan-kemenangan kecil yang ditempuh secara marathon. Bukan instan dalam semalam. Dulu menamatkan buku-buku tipis, sekarang sudah bisa buku agak tebal, yay!


Leave a comment