Meninggalkan Jejak Makna setelah Membaca Pelan-Pelan


Tahun yang lalu, A memberikan kejutan pada dirinya, juga kami, Mama Papanya. Dalam sekejap, seolah huruf, frasa, kata dan kalimat pendek-pendek terang benderang dalam benaknya. Ia bisa membacanya secara terbata-bata. Sudah barang tentu, ini adalah buah dari proses panjang di belakangnya. Buku-buku telah menjadi mainan A sedari awal.

Baca-baca-baca

Eksplorasi bunyi fonetik untuk A sebagian besar didapatkannya dari waktu membaca nyaring. Waktu ia lebih kecil dan hanya menggunakan satu dua buah kata untuk berkomunikasi, di antara kata yang sering ia gunakan adalah: baca. Tepatnya, “baca-baca-baca,” sebagai sebuah ungkapan untuk meminta kami membacakan buku yang telah disodorkannya kepada kami. Seringkali tanpa kenal waktu. Saat-saat itu rasanya waktu dan energi kami habis untuk menyegarkan dahaganya akan literasi. Biasanya pada buku yang itu-itu saja. Membuat kami yang membacakannya bosan, tetapi tidak A. Ia terlihat masih menikmatinya atau lebih tepatnya masih mencari sesuatu di buku yang sama. Setelah pencariannya selesai, rasa ingin tahunya berkelebatan di antara buku-buku lain yang ia temukan menarik jiwanya.

Membaca telah menjadi sebuah kegiatan yang nampaknya begitu mudah, tetapi di saat yang bersamaan juga tidak semudah itu. Karena, ada saatnya saya dan si Papa juga iri pada jam terbang membaca A. Kami juga sehaus itu untuk membaca buku kami sendiri, untuk memenuhi kebutuhan kami. Entah untuk tujuan membuka pengetahuan baru, menambah skill,  mengembangkan hobi atau sekedar menghibur diri.

Maka, A dan kami menemukan babak baru kehidupan: negosiasi. Kami memperkenalkan giliran membaca pada A. Setelah A bisa membaca bukunya (dengan sesi membaca nyaring), maka giliran berikutnya adalah giliran buku mama atau buku papa. Bergantung siapa yang mendapat giliran membacakan untuk A.

Saat hal itu terjadi, timbul rasa penasaran A tentang buku-buku kami. Mulailah kami membagikan judul, pengarang, juga isi buku yang sedang kami baca. Tak jarang kami membacakan buku kami dalam bahasa Inggris, lalu menceritakan terjemahannya.

Anak adalah peniru yang ulung. Melihat kami yang suka memegang buku, A kecil suka menirukan kami membaca buku sambil bergumam kecil tentang buku yang “dibaca”nya seolah ia benar-benar sudah bisa membacanya. Kadang ia dibantu gambar dan ilustrasi, tak jarang murni khayalannya tentang isi buku.

Hal ini bukan hanya terjadi di rumah, tetapi juga saat kami bepergian. Buku telah menjadi sahabat setia kami bertiga. Buku-buku telah mengisi tas bekal perjalanan kami, termasuk untuk A. Saat kami harus bepergian, menepi di perjalanan panjang untuk istirahat, buku-buku telah menjadi refreshment untuk A. Karenanya, untuk packing buku A harus terlibat. Ia sendiri yang memilih buku-buku yang ikut. Biasanya, untuk buku, habis satu tas sendiri.

Naik Kelas

Ide-ide tentang dan dari buku selalu bertebaran. Termasuk mengadakan jam baca buku nasional di rumah. Bahkan saat A belum bisa membaca, tetapi paham benar arti dan makna buku yang berulang kali kami bacakan untuk dipilihnya.

Tahun yang lalu, A melangkahkan kakinya ke alam yang baru. Melek literasi! Keran aksara seperti begitu saja terbuka dan menghamburkan data yang rasanya ia sudah simpan jauh sebelum itu.

Hari-hari yang kami isi dengan berjalan kaki untuk berbagai keperluan melambat. Dalam artian sebenarnya. A meminta beberapa perhentian. Memberikannya waktu untuk merangkai kata dan makna. Membaca tulisan dalam rambu dan baligo serta keterangan kecil dan besar yang berseliweran di depan matanya. Semuanya seolah menari memanggilnya untuk berhenti dan membaca tawaran informasi yang mereka berikan.

“Dilarang parkir”, suatu kali ia menghentikan langkahnya di dekat rumah berpagar hitam. “Ayam potong Refal,” lafalnya di depan sebuah kedai. “Bubur ayam organik,” saat melintas di bawah papan iklan dengan running text. “Pusat Baja,” bacanya di depan sebuah toko material.

Setelah itu, buku demi buku dilahapnya lebih banyak. Sendiri, berdua kadang bertiga. Dalam sehari sekian buku bisa ditamatkannya di sela waktu mengganti baju dengan mampir terlebih dulu di rak buku yang terletak di samping lemari bajunya.

Angin literasi yang berhembus kencang begitu melenakan ternyata. Terlebih saat keinginan yang muncul dari anaknya sendiri. Kami sampai lupa memberikan lapisan baru tentang memaknai. Bukan hanya berhenti sampai kemampuan membaca saja.

Menekan Pedal Rem

Saat informasi bertebaran dan dengan mudahnya menelan bulat-bulat, mempercepat langkah untuk menambah kuantitas seolah dipandang sebagai satu-satunya cara bertahan. Padahal, tentu banyak cara lain yang bisa ditempuh dan didefinisikan sebagai “sukses” atau “berhasil”.

Melambat adalah salah satu cara. Dibandingkan dengan kuantitas buku yang dibaca, melambatkan membaca tanpa kebutuhan untuk cepat-cepat menamatkan bacaan ternyata adalah cara menambah lapisan makna. Seorang teman mengenalkan ini kepada kami dalam membaca buku bermuatan sejarah dan geografi bersama anaknya sendiri yang kemudian menjadikannya pengampu sebuah klub buku untuk sarana belajar bersama. Satu buku yang belum tentu tamat dalam satu tahun. Ide yang menarik.

Dalam konteks yang berbeda, sejumlah teman lain memperkenalkan cara membaca yang sama, membaca pelan-pelan sebuah buku cerita rakyat untuk anak usia dini. A berkesempatan mencicip cara belajar ini.

Dari cerita rakyat Putri Mandalika yang tidak diniatkan tamat dalam satu kali duduk, A terpapar banyak hal. Di antaranya A bisa mengenal sistem pemerintahan, mengenal bentuk-bentuk komunikasi, mengetahui berbagai sistem perhitungan kalender, hingga mengetahui asal-usul makanan khas sebuah daerah.

Memberikan Arti Baru

Dengan berbagai latar belakang ini, kami mencoba membuat adaptasinya dalam cara membaca A di rumah. Kami membuat sebuah daftar bacaan bulanan untuk A. Tiga buku untuk permulaan yang dipilih oleh A, saya dan si Papa untuk kami baca bersama.

A memilih buku berjudul Water Hole, saya memilih Allah Ciptakan Tubuhku, sementara si Papa memilih kumpulan fabel Rahasia Amal Shaleh. Berselang-seling hari membaca. Ketiganya adalah buku lama yang bisa jadi membuat kami merambah ke banyak hal dengan membacanya pelan-pelan, oldies but goodies.

Di awal tahun disepakati, kalau belum dapat kami tamatkan, buku-buku ini akan menjadi daftar bacaan A untuk bulan berikutnya.

Pengalaman kami membaca buku-buku ini bersama A: seru! Bagaimana tidak, dari buku yang semula dimaksudkan untuk mengenal angka dalam setting cerita krisis air dengan sedikit bonus mencari binatang dalam misteri lukisan 3 dimensi pada latar belakang, berubah menjadi RPUL.  Dalam halaman awal, kami bicara latar tempat yakni Afrika, bentang savanah sebagai tempat hidup hewan-hewan ini, sampai ke daerah endemi badak, badak bercula satu di Indonesia dan kepunahan. Kami seperti keliling dunia!

Waktu membuka buku berikutnya, kami berdiskusi tentang penciptaan di dalam rahim. Untuk menunjang visual dan tidak melulu membuka layar biru, kami menggunakan buku dan sarana lain, termasuk USG saat A masih di dalam perut. Kami berbagi cerita saat kehamilan, membandingkan embrio ikan, kelinci, ayam, monyet, dan manusia saat masih berusia beberapa minggu. “Yang monyet paling mirip  manusia ya?” Kami bicara hal sulit seperti siklus menstruasi dengan bahasa paling mudah diterima usia A, telur rebus dimasak setiap bulannya di perut perempuan.

Dengan keseruan ini, rasanya bukan hanya A yang membaca pelan-pelan. Tetapi kami juga, mama papanya, memberikan lapisan kami pada pengertian dan pemaknaan ulang berbagai hal. Menjejakkan bukan hanya pengetahuan, tetapi juga kenangan dan kebahagiaan dalam membaca, diskusi dan menemukan. Selalu adaaa saja. Tertarik menjejak dan membaca pelan-pelan?

Bacaan Lebih Lanjut

Petroceany, Jade. (2023). Cukup Sulit Menceritakannya. Lentera App.

Betara, G. (2022). Rumah Tanpa Topeng: Kisah Kami Membangun Ekosistem Belajar untuk Aliyna. Penerbit LovRinz.

Betara, G., Petroceany, J., & Betara, A. K. (2021). Hey, Aliyna Gede, ini Aliyna Kecil. Apa Kabarnya Sekarang? Refleksi Perjalanan 3 Tahun Pertama Kami Membersamai Aliyna (edisi pertama). Kimbab Publisher.


3 responses to “Meninggalkan Jejak Makna setelah Membaca Pelan-Pelan”

Leave a comment